Letih


Pagi yang menyesakkan dada.
Aku diam sendiri,mencoba mencerna apa yang diisyaratkan sepi.
Sedikit demi sedikit menapaki iramanya,namun tetap saja kosong.
Melodi itu tidak terdengar lagi,bahkan hening pun sulit untuk bisa ku mengerti.
Lalu ada apa dengan senja,mengapa mendadak menjadi biru?
Seperti belaian angin yang justru menusuk dari belakang.

Lidah terkadang memang jauh lebih pintar ketimbang otak,
Hingga jalan belok mendadak menjadi lurus.
Akankah boleh kusebut itu kemunafikan?
Sungguh aku tidak sedikitpun merasa iri.
Karena batu karang selalu menjadi lebih hebat saat mampu menerjang badai.
Namun itu bukan sesuatu yang bisa aku sombongkan,
Tetap saja,lemah masih menggelayut pasti dalam hari-hari tanpa arti.

Lelah sudah jiwa ini,
Menjadi pelita untuk malam yang bahkan tidak pernah menunjukkan keramahannya.
Sungguh pekerjaan yang sia-sia.
Angin yang meniup lilin kecil ini,
Semakin memperjelas tentang apa arti dari “dipandang rendah”

Ingin sekali marah,menghardik,tapi pasti hanya akan jadi sebuah kesia-siaan.
Sehingga menjadi bisu mungkin menjadi pilihan terbaik.
Hanya menonton dari kejauhan.
Tertawa kemudian berguling dalam tawa penuh kemunafikkan



0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ all about L | Floral Day theme designed by SimplyWP | Bloggerized by GirlyBlogger